4 Elvrin Septyanti, S.Pd., M.Pd.
MAKALAH
MENULIS KRITIK DAN ESAI
LANGKAH-LANGKAH
PENULISAN KRITIK
DAN
CONTOH KRITIK
Disusun
Oleh
Kelompok
4:
Eka
Pani Novirna (1505117073)
Kartika
Sarah Difa (1505117048)
Khairil
Fauzan
(1505116668)
Nina
Rahayu
(1505121820)
Nirmala
Sasanti
(1505116529)
Wirda
Safitri
(1505116699)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
RIAU
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah
Swt. karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah memberikan pedoman bagi manusia untuk
dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Makalah ini berisikan
langkah-langkah menulis kritik beserta contoh penulisan kritik dengan
pendekatan yang berbeda-beda yang merupakan tugas kelompok pada mata kuliah
menulis kritik dan esai.
Makalah ini sudah ditulis
dengan maksimal sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri penulis. Di samping
itu penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan makalah ini jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Banyak rintangan dan
halangan yang dialami oleh penulis. Seperti masih kurangnya sumber-sumber buku
yang bisa dijadikan penunjang dalam penyelesaian tugas ini. Oleh sebab itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan dengan senang
hati penulis terima demi kesempurnaan pada makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, serta semoga Allah
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Pekanbaru, Maret 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
ii
BAB I
1.1 Latar
Belakang...................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................
1
1.3 Tujuan
Penulisan..................................................................................................
2
BAB II
2.1 Langkah-Langkah Penulisan Kritik...............................................................................................................................
3
2.2 Contoh
Kritik..........................................................................................................
4
BAB III
3.1 Simpulan...................................................................................................................
11
3.2 Saran........................................................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHALUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah
kritik sastra sudah dikenal sekitar 500 sebelum masehi, berasal dari kata
“krinein” (Yunani) yang berarti menghakimi, membandingkan atau menimbang. Dalam
sastra Inggris kritik sastra disebut istilah “critic” untuk menunjukkan orang
yang melakukan kritik dan perbuatan kritik. Gayley dan scott dalam Teori sastra (2004)
mengemukakan kritik sastra adalah mencari kesalahan, memuji, menilai,
membandingkan dan menikmati. Pengertian yang lebih mantap dikemukakan Andre
Hardjana dalam bukunya Kritik Sastra Sebuah
Pengantar (1985) dalam mencari dan menentukan nilai hakiki dari karya
sastra lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik dalam bentuk tertulis.
Kritik
sastra mencakup penilaian guna memberi keputusan bermutu tidaknya suatu karya sastra.
Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra. Penting
bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain
yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya
sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang terkait. Kritik sastra
memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai.
Seorang kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra.Sebuah kritik
sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung
maupun tidak langsung dalam penilaiannya.Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, jenis kritik
sastra dapat dibedakan menjadi kritik mimetik, kritik pragmatik,kritik
ekspresif,kritik objektif. Dalam mengkritik yang baik dan benar diperlukannya
langkah-langkah yang tepat. Oleh sebab itu, di makalah ini akan dibahas tentang
langkah-langkah membuat kritik sastra yang baik dan benar yang berdasarkan
pendekatan yang digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
langkah-langkah penulisan kritik?
2. Bagaimanakah
contoh menuliskritik karya sastra?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan
langkah-langkah kritik sastra.
2. Mendeskripsikan
contoh menulis kritik karya sastra
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Langkah-Langkah Penulisan Kritik
Menurut sumber buku Kitab
Kritik Sastra karya Maman S. Mahayana langkah-langkah menulis kritik sastra
sebagai berikut:
1. Menentukan
penyair/pengarang atau karya sastra yang kita anggap menarik. Kesukaan dan
ketertarikan kita terhadap satu pengarang atau satu karya sastra akan membuat
kita lebih mudah dalam menulis kritiknya.
2. Memahami
struktur karya yang telah kita pilih. Prosa memiliki unsur yang terdiri atas
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Jika yang dikritik adalah puisi, kita harus
memahami unsur-unsur fisik dan batin puisi. Struktur fisik puisi terdiri atas
diksi, pencitraan, kata konkret, majas, dan bunyi, sedangkan struktur batin
puisi terdiri atas tema, nada, dan amanat.
3. Lakukan
penilaian berdasarkan unsur-unsur tersebut secara objektif dengan menampilkan
dua penilaian, yaitu kelebihan dan kekurangannya. Selain melalui
unsur-unsurnya, penilaian juga dapat dilakukan berdasarkan sisi kepengarangan.
Namun, dalam hal menilai dari sisi kepengarangan, sastrawan seperti Sapardi
Joko Damono mengatakan bahwa menilai dari sisi kepengarangan tidaklah adil
karena baginya, karya sastra dan pengarang adalah dua entitas yang berbeda.
Gunakanlah metode penelitian yang paling dikuasai.
4. Mulailah menulis kritik dan tetapkanlah teorinya.
Jika telah menetapkan tujuan dan
motivasi, segeralah menulis. Jangan ditunda, karena dengan terus berusaha
menulis ide-ide akan muncul, mengalir sedikit demi sedikit.Penguasan materi
perlu juga dipertimbangkan dalam peembuatan kritik sastra. Sebab, dengan itu
kita dapat mengesplorasi pendapat kita dengan landasan yang tepat sehingga
dapat dipertanggungjawabkan dan diterima oleh semua pihak.
2.2
Contoh Kritik
KRITIK NOVEL
“BIOLA TAK BERDAWAI”
oleh
Iim Sobandi,
M.Pd.
Sinopsis
Novel
Renjani meninggalkan Jakarta, untuk mengubur masa lalunya dan
keinginannya untuk menjadi penari balet. Ia pindah ke Yogya dan mengabdikan
hidupnya dengan merawat anak-anak tuna daksa yang tidak dikehendaki orang
tuanya. Ia dibantu oleh seorang dokter berumur 40 tahun. Mbak Wid. Dewa 8
tahun, menjadi anak kesayangan Renjani dan diperlakukan sebagai anak normal.
Renjani terkejut melihat reaksi Dewa, ketika iseng-iseng menari balet.
Hal ini yang membuatnya membawa Dewa ke resital biola. Disitu ia
berjumpa dengan Bhisma, mahasiswa musik, 23 tahun. Bhisma tertarik pasca
penampilan Renjani dari situlah persahabatan terjalin.
Empat
Pendekatan Sastra dalam Novel “Biola Tak Berdawai”
1. Pendekatan
Mimetik
Karya sastra tidak lahir dari situasi kosong budaya (Teuw, 1980:11).
Novel ini didekati secara mimetik. Pendekatan mimetik memiliki pandangan bahwa
karya sastra sebagai tiruan alam, kehidupan atau dunia ide. Bagian refleksi
sosial budaya menjadi bahan kajian pendekatan ini..
Tanggapan:
Latar realitas bagi novel ini kondisi Yogyakarta, lebih luas lagi
Indonesia tahun 2002. Sebuah peradaban yang diwarnai dengan penurunan
nilai-nilai moral. Ketika dunia diterjang arus globalisasi sekaligus dengan
dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Berbagai bentuk pelanggaran menjadi
menu harian berbagai media. Termasuk kasus-kasus pembuangan bayi menjadi
liputan berita. Sering terjadi bayi-bayi tersebut sebagai hasil hubungan gelap.
Ada juga bayi-bayi yang dibuang karena dianggap sebagai aib entah karena lahir
cacat atau karena kelahirannya tidak diinginkan.
Tidak jarang juga terjadi pengguguran kandungan atau abortus. Secara
etika moral dari saat pertama zigot sudah mempunyai identitas genetis. Semua
yang dilakukan di dunia harus menyatakan bahwa dalam arti tertentu mereka
berada pada saat pembuahan, walaupun embrio muda belum mempunyai identitas
persona. (Bertens, 2003:114).
“Kamu
buang anakmu?! Sinting kamu Renjani! Kamu gugurkan anakmu ya? Iya Renjani?!
Iya?!” (halaman 54).
Tokoh Renjani seorang sosok yang pernah menggugurkan kandungannya.
Kendati bayi tak berdosa tersebut harus terbentuk akibat hasil perkosaan
seharusnya sang bayi memiliki hak untuk hidup. Tetapi tidak terlalu mudah bagi
Renjani menerima begitu saja bayi yang tidak diinginkannya itu berkembang dalam
rahimnya. Demikianlah dalam kegalauan yang mendalam ia memilih mengakhiri
kehidupan sang embrio dari rahimnya.
Moralitas menentang abortus demikian pendapat Jean Paul Sartre.
Pembicaraan ini mengakibatkan pro dan kontra antara legalisir melawan anti
abortus. Masalahnya adalah apabila kehamilan tidak dikehendaki misalnya karena
hasil perkosaan, si wanita tidak menginginkan kehamilannya, di sisi lain janin
dalam kandungan juga mempunyai hak hidup. Maka timbullah polarisasi tajam
antara pro pilihan dan pro kehidupan (Bertens, 2004: 139).
Konflik ini diangkat oleh Sekar Ayu Asmara dalam Film Biola Tak Berdawai,
yang akhirnya di Novelkan oleh Seno Gumirah Ajidharma.
“Memang bayi Cempaka adalah bayi kesekian yang diletakkan di muka
pintu pagar, tentu kita masih boleh terheran-heran, jika bayi-bayi tuna daksa
dibuang karena keganjilan bentuk upanya, maka alasan membuang bayi yang bukan
saja sehat, tetapi juga cantik, montok, dan membuat bahagia setiap orang yang
memandangnya? Apakah pembuang bayi itu orang- orang miskin yang kurang
pengetahuan? Sepanjang pengalaman pak Kliwon, hanya sekali terjadi da bayi
diletakkan seorang pejalan kaki yang datang mengendap-endap di pagi buta.
Selebihnya selalu diturunkan dari mobil, yang tidak jarang mewah, dan banyak
juga yang nomornya dengan awalan B: mobil-mobil Jakarta. Bahkan Pak Kliwon merasa
pernah mengenali wajah salah seorang dari mereka, sebagai wajah yang sering
muncul di layar TV. (halaman 25).
Fenomena lain diangkat dalam “Biola Tak Berdawai” ini adalah maraknya
pembuangan bayi-bayi tak berdosa. Ada yang dibuang di tempat sampah. Ada pula
yang diletakkan di depan pintu panti asuhan. Fenomena memprihatinkan ini
membawa sebuah kontras yang sangat jelas antara semangat cinta kasih dan
ketidakpedulian dalam dalam setiap detil alur cerita novel ini.
2. Pendekatan
Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam memandang dan mengkaji
karya sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya
sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan,
sebagai curahan perasaan dan luapan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran
sastrawan, atau sebagai produk imaginasi sastrawan yang bekerja dengan
persepsi-persepsi, pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. (Wiyatmi,
2006:82).
Tanggapan:
Pendekatan ekspresif mengkaji sastra bertitik-tolak dari kehidupan
pengarangnya. Ini berkaitan dengan latar belakang kehidupan, daerah kelahiran,
latar belakang sosialnya, pendidikan, dan pengalaman yang pernah dilewatkannya.
Dalam hal ini karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang,
gerak jiwa, pengembangan imajinasi, fantasi pengarang yang tertuang dalam
karyanya.
Novel “Biola Tak Berdawai” tidak dapat dipisahkan dari dua pengaruh
kehidupan dua orang besar Seno Gumira Adjidharma dan Sekar Ayu Asmara. Seno
Gumira lahir di Boston, 19 Juni 1958. Adjidharma adalah seorang wartawan dan
penulis serba bisa dari generasi baru dalam sastra Indonesia. Tak kurang dari
25 judul buku yang ditulis Seno, terdiri dari esai, cerpen, roman dan juga
skenario drama dan film. Buku-buku karya Seno beberapa di antaranya
yakni:
Atas Nama Malam, Wisanggeni, Sang Buronan, Sepotong Senja Untuk
Pacarku, Biola tak berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar
Mandi, dan Negeri Senja. Seno dikenal sebagai seorang penulis situasi di Timor
Timor tempo dulu.
Tulisannya tentang Timor-Timur dituangkannya dalam Trilogi buku Saksi
Mata (Kumpulan Cerpen), Jazz, dan Insiden (Roman)
dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan
Esai). Seno juga dianugerahi sejumlah penghargaan, diantaranya South East Asia
Write Award.
Sekar Ayu Asmara, adalah sosok kreatif yang enerjik. Lahir di Jakarta,
dan pernah bermukim di Afganistan, Turki serta Belanda. Enerji kreatifnya telah
muncul selama beberapa dasawarsa dalam bentuk dan dimensi yang berbeda-beda.
Sekar pernah berkarir dalam dunia iklan, serta pernah menjadi komposer dan juga
penulis lirik lagu untuk artis-artis papan atas. Ia juga tercatat sebagai
pelukis yang telah berpameran tunggal.
3. Pendekatan
Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan
fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, maupun fungsi sosial
lainnya. Semakin banyak nilai pendidikan moral atau agama yang terdapat dalam
karya sastra dan berguna bagi pembacanya, semakin tinggi nilai karya sastra
tersebut (Wiyatmi, 2006:86).
Tanggapan:
Saat kutelan makanan yang disuapkan ibuku.” Anak pintar, dan hanya
anak-anak pintar seperti kamu yang boleh tinggal di sini.”Tapi mbak Wid, entah
kenapa tersinggung dengan perhatian ibuku yang dianggapnya berlebihan. Nada
suaranya tiba-tiba meninggi. “Anak-anak yang dibuang orang tuanya.Anak-anak
yang bikin malu keluarga. Anak-anak yang cacatnya dobel-dobel. Anak-anak yang
umurnya tidak lama!” ibuku mengimbangi dengan perlahan. “ Sssst… mbak Wid pun
bicara tentang diriku. “Duh Renjani, Renjani, Renjani… saya tahu kamu sangat
sayang sama Dewa, tetapi anak itu mengerti omongan kita. Itu anak tidak
mengerti apa-apa…” Kuperhatikan kedua perempuan itu. Renjani begitu nama ibuku,
seperti selalu mencoba memaklumi Mbak Wid yang betapa pun seperti telah
menyerahkan hidupnya demi bayi-bayi cacat di rumah asuh ibu Sejati (halaman
18).
Pada dasarnya novel ini sarat dengan nilai-nilai moral. Dewa sebgai
pribadi autis dan tuna daksa secara fisik seorang cacat yang diyakini tidak
memiliki kemampuan untuk mengerti bahasa komunikasi manusia normal. Dalam
keberadaannya itu Renjani tetap memperlakukan Dewa sebagai mana manusia normal.
Ia patut dihargai sebagai manusia yang bermartabat. Ketika kehidupan tidak
dihargai lagi, ketika nilai-nilai moral dan semangat cinta kasih
tercabik-cabik. Renjani hadir membawa inspirasi dan pengharapan bagi
orang-orang yang tidak berdaya. Apa yang dianggap sebagai mitos bahwa dengan
cinta kasih dan ketulusan hidup dapat diubah. Ini tercermin dalam kisah ini.
Ketulusan cinta Bhisma mendorongnya merawat Dewa ketika Renjani akhirnya
meninggal akibat kanker rahim yang ia derita.
“.Aku ternyata memang mendongak di kuburan, bagaikan melihat ibuku
terbang seperti bidadari di langit. Bhisma tertegun dengan biolanya. Tanpa
kusadari dari mulutku keluar suara. “D…de…f…faa shaa… aaang ..iii..bu..” Bhisma
mengangkat dan mendekapku, seperti mendekap cinta ke dalam hatinya (halaman
191).
Hampir keselurauhan watak Renjani dan Bhisma merupakan idealisme sebuah totalitas hidup dalam mencintai. Karya ini menjadi
sangat patut dihargai karena memiliki muatan nilai moral yang tinggi. Cocok
untuk dijadikan sebagai sarana penyampaian pesan moral bagi para pembaca. Novel
ini mempengaruhi pembaca untuk memiliki ketulusan dan semangat untuk mencintai
orang-orang yang tidak berdaya sperti Dewa dan bayi-bayi tuna daksa lainnya
sehingga mereka dapat bertumbuh atau setidaknya mampu bertahan hidup dengan penderitaan
dan situasi kurang menguntungkan yang mereka alami. Yang menjadi kelemahan dari
novel ini adalah jalan cerita yang terlalu idealis. Apakah masih ada seorang
Renjani yang totalitasnya seperti yang terdapat dalam Novel ini? Apakah novel
ini menjadi hanya sebuah dongeng pengantar tidur belaka?.
4. Pendekatan
Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada
sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebgai struktur yang
otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun pembaca.
Wellek & Warren (1990) menyebut pendekatan ini sebagai pendekatan intrinsik
karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran
sendiri. ( Wellek, melalui Wiyatmi, 2006:87).
Tanggapan:
Novel “Biola Tak Berdawai” berlatar kota Yogyakarta pada era tahun 2003.
pada umumnya setting diketengahkan di Panti asuhan anak-anak tuna daksa. Dengan
alur penceritaan flashback hal ini dapat dilihat pada episode
novel pada bab 11 (halaman 77) secara mundur mengisahkan kembali pengalaman
buruk atas tindak perkosaan yang dialami Renjani. Penceritaan adegan-adegan
dalam novel ini diselingi dengan kisah pewayangan hal ini menyempurnakan
penyampaian lapis arti di mana kisah Renjani memiliki kesamaan dengan kisah
pewayangan. Kisah-kisah pewayangan ini sekaligus digunakan untuk menyampaikan
stratum metafisika sebagai unsur yang intrinsik dalam keagungan sebuah tindakan
totalitas seorang Renjani dalam pengabdian kepada anak-anak tuna daksa.
Dengan mengetahui norma-norma karya sastra ini, tahulah kita sekarang
bahwa menilai karya sastra haruslah kita menilai berdasarkan norma-norma karya
sastra itu, kita tidak hanya menilai “isi” dan “bentuk” karya sastra saja
tetapi harus menilai sampai di mana kekuatan bunyi dapat dilaksanakan
pengarang, bagaimana sastrawan menyusun kata-kata, atau kalimat, menyusun plot,
berhasil atau tidakkah, juga sampai di manakah harga atau nilai pikiran-pikiran
pengarang yang diungkapkan dalam karya lewat norma-normanya itu, dan bagaimana
segi-segi atau norma-norma lainnya (Pradopo,1994:56).
Tanpa dawai, bagaimana biola bisa bersuara? Biola bagaikan tubuh, dan
suara itulah jiwanya, tetapi di sebelah manakah dawai dalam tubuh manusia yang
membuatnya bicara? Jiwa hanya bisa disuarakan lewat tubuh manusia, tetapi
ketika tubuh manusia itu tidak mampu menjadi perantara yang mampu menjelmakan
jiwa, tubuh itu baagikan biola tak berdawai….(Ajidharma, 2003:1).
Refleksi penulis tentang korelasi antara jiwa dan tubuh digambarkan
dengan memetaforakan antara biola dan dawai dengan badan dan jiwa. Tanpa dawai
bagaimana biola bisa bersuara? Pilihan kata biola menjadi manifestasi
keberadaan tubuh dan jiwa manusia. “menjelmakan jiwa” pilihan kata yang
memiliki peran menghadirkan lapis arti stigma sekaligus lapis suara yang
menimbulkan efek bunyi yang indah untuk didengar.
Kehidupan kepompong bergunakah kehidupan seperti itu? Tentu berguna,
jika kepompongitu akan menjelma menjadi kupu-kupu kembali, melayang menemukan
dirinya kembali. Begitu kuat keinginanku untuk mengembalikan kebahagiaan
ibuku.” (Ajidharma, 2003:81).
Secara keseluruhan gaya penceriataan novel ini memiliki keseimbangan
antara gaya bahasa yang lugas sekaligus penggunaan metafora. Meski pun
pemakaian makna kias cukup tinggi intensitasnya namun bahasa dapat dipahami.
Makna dan pesan mudah dicerna karena bahasanya sederhana dan menarik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam mengkritik sebuah karya sastra yaitu:
1. Menentukan
penyair/pengarang atau karya sastra yang kita anggap menarik.
2. Memahami
struktur karya yang telah kita pilih yaitu unsur yang terdiri atas unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
3. Lakukan
penilaian berdasarkan unsur-unsur tersebut secara objektif dengan menampilkan
dua penilaian, yaitu kelebihan dan kekurangan serta sisi kepengarangan.
Berdasarkan pendekatannya
terhadap karya, jenis kritik sastra dapat dibedakan menjadi kritik mimetik,
kritik pragmatik, kritik ekspresif dan kritik objektif yang diaplikasikan
penulis pada kritik novel “Biola Tak Berdawai”
3.2 Saran
1. Makalah mengenai langkah-langkah dan contoh penulisan kritik
ini hendaknya dapat menjadi sumber tambahan pada mata kuliah menulis
kritik dan esai.
2. Makalah langkah-langkah dan contoh penulisan kritik masih
terkendala dengan sumber pustaka. Alangkah lebih lengkapnya jika terdapat
banyak sumber pustaka.
3. Pengalaman ini sangat berguna bagi penulis sebagai seorang
mahasiswa, karena lewat pengkajian ini pemahaman tentang kritik semakin
diperkaya. Pengkajian yang sederhana ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi
sesuatu yang berguna bagi kemajuan bersastra dan kegiatan ilmiah penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahman, Elmustian dan Jalil, Abdul.
2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa dan Jurnalistik Universitas
Riau
Wellek, Rene dan Werren,
Austin Warren. 2013. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Dra. Zulfahnur Z.F.,M.Pd. Lingkup
Ilmu Sastra: Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra, serta
Hubungan antara Ketiganya (http://repository.ut.ac.id/4735/1/PBIN4104-M1.pdf)
m.kompasiana.com/iim_sobandi/bedah-biola-tak-berdawai-melalui-empat-pendekatan-sastra_5522c6b8f17e611c3dd62445
Tidak ada komentar:
Posting Komentar